Nama:Sitty Ramliaty Singa
Nim:16021106078
RENCANA
PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH
(RPJM)
1. Hubungan RPJMD dan Dokumen
Perencanaan Lainnya
RPJMD Provinsi Sumatera Selatan tahun 2013-2018 merupakan
dokumen
perencanaan pembangunan daerah sebagai satu kesatuan yang
tidak
terpisahkan dari Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang
Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-Undang Nomor 32
Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah. Hubungan antara RPJMD dengan
dokumen
perencanaan lainnnya adalah sebagai berikut.
2. RPJMD dan RPJPD Provinsi
Sumatera Selatan
RPJMD Provinsi Sumatera Selatan tahun 2013-2018 merupakan RPJMD
Ketiga
dari tahapan pelaksanaan RPJPD Provinsi Sumatera Selatan Tahun
2005-2025.
Oleh sebab itu, penyusunan RPJMD selain memuat visi, misi dan
program
prioritas Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Selatan masa
bakti
tahun 2013-2018, juga berpedoman pada RPJPD Provinsi Sumatera
Selatan
tahun 2005-2025 dengan Visi “Sumatera Selatan Unggul
dan
Terdepan
Tahun 2025”. Dalam upaya mewujudkan visi tersebut,
misi Provinsi
Sumatera
Selatan 2005-2025 adalah (1) menjadikan Sumatera Selatan
sebagai
salah satu penggerak pertumbuhan ekonomi regional, (2)
meningkatkan
pemanfaatan potensi sumberdaya alam guna penyediaan
sumber
energi dan pangan yang berkelanjutan, (3) mewujudkan kehidupan
masyarakat
yang berkualitas, dan (4) meningkatkan kapasitas manajemen
kepemerintahan.
RPJMD
Provinsi Sumatera Selatan tahun 2013-2018 merupakan tahap
ketiga
dari pelaksanaan RPJPD Provinsi Sumatera Selatan 2005-2025 dengan
prioritas
pembangunan menyeluruh disemua bidang, peningkatan daya saing
berbasis
keunggulan SDM, infrastruktur wilayah, iptek, dan suasana wilayah
yang
kondusif. Pada tahap ketiga RPJPD 2005-2025 arah kebijakan adalah (1)
menguatkan
pertumbuhan ekonomi dan menegaskan arah pembangunan
RPJMD Prov. Sumsel 2013-2018. BAB I
ekonomi dengan prioritas pencapaian pertumbuhan ekonomi lebih dari
6,5
persen
pertahun, penguatan struktur ekonomi yang didukung peningkatan
nilai
tambah industri dan jasa, pengembangan sektor-sektor baru potensial,
peningkatan
surplus perdagangan dan investasi, penurunan pengangguran
terbuka
menjadi kurang dari 10 persen, penurunan kemiskinan dan
kesenjangan
melalui pemberdayaan UMKM, dan penguatan kualitas SDM; (2)
menguatkan
kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan prioritas
peningkatan
kualitas pelayanan pendidikan, penguasaan iptek, peningkatan
derajat
kesehatan masyarakat, perbaikan kualitas permukiman dan
perumahan,
dan pengarusutamaan gender, perlindungan anak dan pekerja
anak,
dan kelompok marjinal lainnya, serta peningkatan kualitas kehidupan
beragama,
seni dan budaya lokal; (3) mengelola dan memanfatkan sumber
daya
yang berkelanjutan dengan prioritas pemanfaatan sumber daya energi
yang
berwawasan lingkungan, penataan ruang yang adil dan seimbang,
penguatan
sistem transportasi wilayah dan revitalisasi pertanian dan
agribisnis;
(4) membangun pemerintahan yang adil, jujur, bersih, dan
bertanggungjawab
dengan prioritas penguatan kapasitas kelembagaan
pemerintah
daerah, peningkatan kualitas pelayanan umum, penguatan
kapasitas
keuangan daerah, penguatan peran serta masyarakat, keterbukaan
informasi,
pembangunan politik lokal, peningkatan penegakan hukum,
peningkatan
perlindungan masyarakat dan penanggulangan bencana, serta
peningkatan
keamanan dan ketertiban
3. RPJMD dan Rencana Tata
Ruang Wilayah
Penyusunan RPJMD Provinsi Sumatera Selatan memperhatikan dan
mempertimbangkan
berbagai pola dan struktur tata ruang yang telah
ditetapkan
dalam RTRW Nasional, RTRW Wilayah Sumatera dan RTRW
Provinsi
Sumatera Selatan sebagai dasar untuk menetapkan lokasi program
dan
kegiatan pembangunan yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang di
Provinsi
Sumatera Selatan. RPJMD Provinsi Sumatera Selatan memuat
strategi
dan arah kebijakan pengembangan wilayah kabupaten/kota sebagai
pusat
pertumbuhan dan pusat kegiatan. RTRW Provinsi Sumatera Selatan
memuat
strategi dan arah kebijakan pemanfaatan ruang untuk mewujudkan
pembangunan
yang merata dengan memperhatikan daya dukung
lingkungan.
Sesuai
dengan RTRW Provinsi Sumatera Selatan, pengembangan tata
ruang
wilayah Provinsi Sumatera Selatan disusun dengan memperhatikan
beberapa
hal berikut: (1) pengembangan sistem perkotaan provinsi yang
berkedudukan
cukup strategis dan memiliki peran sebagai pintu keluarmasuk
(multi-gate) dalam menciptakan hubungan/keterkaitan
ekonomi dan
spasial
dengan daerah luarnya; (2) pengembangan sistem infrastruktur
wilayah
yang terintegrasi untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk
mendukung
Provinsi Sumatera Selatan sebagai lumbung energi dan lumbung
pangan
nasional; (3) pengembangan tata ruang yang akomodatif namun
tetap
mempertimbangkan keberlanjutan sumber daya alam membutuhkan
pertimbangan aspek lingkungan, khususnya perwilayahan DAS dan sub
DAS.
Hal
ini berkaitan erat dengan penyediaan sumber daya air bagi
pembangunan.
Provinsi Sumatera Selatan memiliki wilayah sungai strategis
nasional
seperti WS Musi, Sugihan, dan Banyuasin; (4) kedudukan dan
peranan
wilayah Provinsi Sumatera Selatan sebagai “salah satu titik sentuh”
dan
“pintu gerbang” Kawasan Barat Indonesia ke wilayah Internasional
(Asia-Pasifik,
Timur Tengah, Eropa, dan lain-lain), serta ke wilayah
Kerjasama
Ekonomi Sub Regional (KESR) antara Indonesia-Malaysia-Thailand
(IMT-GT)
dan Indonesia-Malaysia-Singapura (IMS-GT) dan Singapura-Johor-
Riau
(SIJORI) yang dapat memberi peluang pasar ekspor bagi Provinsi
Sumatera
Selatan; serta (5) pembentukan sistem kota-kota secara hirarkis
dengan
memperhatikan keseimbangan antar sub wilayah.
Sinkronisasi
dan sinergi RPJMD dan RTRW Provinsi Sumatera Selatan
dimaksudkan
agar pelaksanaaan pembangunan di wilayah Sumatera Selatan
dapat
lebih terarah serta mampu mendorong percepatan pembangunan
wilayah.
Selain itu, sinkronisasi dan sinergi RPJMD dan RTRW Provinsi
Sumatera
Selatan juga diarahkan: (1) mewujudkan ruang wilayah Provinsi
Sumatera
Selatan yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan untuk
tercapainya
kesejahteraan masyarakat; (2) memberikan perlindungan fungsi
ruang
dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat
pemanfaatan
ruang; (3) meningkatkan keterpaduan dalam pengelolaan
sumber
daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber
daya
manusia; (4) meningkatkan keterpaduan perencanaan tata ruang
kabupaten/kota
dengan wilayah nasional dan provinsi; (5) mewujudkan
keterpaduan
pemanfaatan ruang darat, laut dan ruang udara, termasuk ruang
di
dalam bumi; (6) mewujudkan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya
alam
berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat; serta (7)
menjaga
keseimbangan dan keserasian perkembangan antarwilayah serta
keserasian
kegiatan antarsektor dan antarSKPD.
Dalam
menyusun RPJMD, selain berpedoman pada RTRW daerah
sendiri,
juga perlu memperhatikan RTRW daerah/provinsi lain yang
berbatasan
langsung dengan Provinsi Sumatera Selatan, dalam hal ini adalah
Provinsi:
Jambi, Bengkulu, Lampung dan Bangka Belitung. Telaah terhadap
RTRW
provinsi yang berbatasan tersebut diarahkan untuk: (1) tercipta
sinkronisasi
dan sinergi pembangunan jangka menengah daerah
antarprovinsi;
(2) keterpaduan struktur dan pola ruang dengan provinsi
lainnya,
terutama yang berdekatan atau yang ditetapkan sebagai satu
kesatuan
wilayah pembangunan provinsi dan kabupaten/kota; (3) dan atau
yang
memiliki hubungan keterkaitan atau pengaruh dalam pelaksanaan
pembangunan
daerah.
4. RPJMD dan RPJM Nasional
Penyusunan RPJMD Provinsi Sumatera Selatan memperhatikan prioritas
pembangunan
nasional yang termuat dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah
Nasional 2010-2014 untuk memperkuat sinkronisasi dan sinergi
kebijakan, program dan kegiatan pembangunan Pemerintah Provinsi
Sumatera
Selatan dengan Pemerintah. Prioritas pembangunan nasional
2010-2014
yang berkaitan dengan percepatan pembangunan Provinsi
Sumatera
Selatan adalah reformasi birokrasi dan tata kelola; pendidikan;
kesehatan;
penanggulangan kemiskinan; ketahanan pangan; infrastruktur;
iklim
investasi dan usaha; energi; lingkungan hidup dan bencana; daerah
tertinggal,
terdepan, terluar, dan paskakonflik; serta kebudayaan, kreativitas,
dan
inovasi teknologi. Selain itu, penyusunan RPJMD Provinsi Sumatera
Selatan
juga memperhatikan tujuan pembangunan millenium (MDG’s).
Selain
itu, penyusunan RPJMD Sumatera Selatan juga memperhatikan
arah
kebijakan pengembangan wilayah Sumatera yang tercantum dalam
Buku
III RPJMN 2010-2014, yaitu: (1) pengembangan Sumatera sebagai
sentra
produksi pertanian dan perkebunan dengan strategi meningkatkan
produktivitas
sektor pertanian dan perkebunan, khususnya tanaman pangan,
hortikulutura,
sawit, dan karet; (2) pengembangan sentra produksi perikanan
dan
hasil laut dilakukan dengan strategi meningkatkan produktivitas usaha
perikanan
dan rumput laut; (3) pengembangan gugus (cluster) industri
unggulan
dilakukan dengan strategi mengembangkan PKN Palembang
sebagai
pusat industri pengolahan yang melayani kawasan sentra produksi;
(4)
pengembangan Sumatera sebagai sentra industri migas dan lumbung
energi
nasional dilakukan dengan strategi: (a) mengoptimalkan produksi
minyak,
gas, dan batubara, dan (b) mengembangkan sumber energi alternative;
(5)
pengembangan industri pariwisata alam dan budaya dengan strategi
mengembangkan
pusat-pusat tujuan wisata dalam suatu jalur wisata
terpadu;
(6) pengembangan sistem jaringan listrik terintegrasi dengan
strategi:
(a) meningkatkan kapasitas pembangkit listrik; (b) mengembangkan
integrasi
sistem jaringan listrik; (c) diversifikasi sumber energi pembangkit
listrik;
(7) penguatan keterkaitan domestik wilayah Sumatera dilakukan
dengan
strategi: (a) meningkatkan integrasi jaringan transportasi darat lintas
Sumatera:
Lintas Barat-Lintas Tengah-Lintas Timur; (b) meningkatkan kapasitas
pelabuhan
laut; (c). meningkatkan kapasitas pelabuhan udara; (d)
mengembangkan
sistem jaringan transportasi sungai; (8) pengembangan
Sumatera
sebagai pool angkatan kerja berkualitas dan berdaya saing
regional
ASEAN dilakukan dengan strategi: (a) meningkatkan akses
pendidikan
dasar, menengah, dan tinggi; (b) memperluas jangkauan
pelayanan
kesehatan khususnya kepada rumah tangga miskin; (c)
meningkatkan
akses pelatihan keterampilan kerja; (9) peningkatan program
penanggulangan
kemiskinan dengan strategi meningkatkan efektivitas
program
penanggulangan kemiskinan dalam menjangkau rumah tangga
miskin;
(10) reformasi birokrasi dan tata kelola dilakukan dengan strategi:
(a)
meningkatkan kualitas legislasi, (b) meningkatkan penegakan hukum,
HAM,
dan pemberantasan korupsi, (c) meningkatkan kualitas pelayanan
publik
yang terukur dan akuntabel; (11)pengembangan kawasan perbatasan
sebagai
beranda depan wilayah nasional dilakukan dengan strategi: (a)
meningkatkan
stabilitas keamanan dan ketertiban kawasan perbatasan, dan
(b)
mengembangkan ekonomi lokal kawasan perbatasan; serta (12)
pembangunan
wilayah Sumatera yang sesuai dengan daya dukung
lingkungan
dilakukan dengan strategi: (a) meningkatkan mitigasi bencana
alam;
(b) pengelolaan sumber daya alam dan Lingkungan Hidup.
5.
RPJMD dan Rencana Strategis Satuan Kerja
Perangkat
Daerah
RPJMD menjadi pedoman dalam penyusunan Rencana Strategis Satuan
Kerja
Perangkat Daerah (Renstra SKPD) yang berwawasan 5 (lima) tahunan.
Renstra
SKPD merupakan penjabaran teknis RPJMD yang berfungsi sebagai
dokumen
perencanaan teknis operasional yang disusun oleh setiap SKPDdi
bawah
koordinasi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA)
Provinsi
Sumatera Selatan. Renstra SKPD memuat gambaran umum
pelayanan,
isu strategis, tugas pokok dan fungsi, visi, misi, tujuan dan
sasaran,
strategi dan arah kebijakan, serta program dan kegiatan SKPD
disertai
dengan indikator kinerja utama dan kerangka pendanaan selama
lima
tahun. Rencana Strategis SKPD kemudian dijabarkan menjadi program
tahunan
dalam Rencana Kerja SKPD (Renja SKPD) dan Rencana Kerja
Anggaran
SKPD (RKA-SKPD) yang memuat kebijakan, program dan kegiatan
pembangunan
dilengkapi dengan kebutuhan pendanaan dan sumber dana.
6. RPJMD dan Rencana Kerja
Pemerintah Daerah (RKPD)
Pelaksanaan RPJMD Provinsi Sumatera Selatan tahun 2013-2018 setiap
tahun
dijabarkan ke dalam Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD)
sebagai
suatu dokumen perencanaan tahunan yang memuat prioritas
program
dan kegiatan yang dibahas dalam Musyawarah Perencanaan
Pembangunan
Daerah (Musrenbangda) Provinsi Sumatera Selatan yang
dilaksanakan
secara berjenjang mulai dari tingkat desa/kelurahan,
kecamatan,kabupaten
dan provinsi. RKPD merupakan bahan utama
penyusunan
Kebijakan Umum Anggaran dan Penetapan Plafon Anggaran;
serta
bahan penyusunan Rencanan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah
(RAPBD).
Gambaran
tentang hubungan antara RPJMD dengan dokumen
perencanaan
lainnya sebagai kesatuan sistem perencanaan pembangunan
dan sistem
keuangan adalah sebagaimana ditunjukkan pada
7.
Sistematika Penulisan
Sistematika
penulisan RPJMD Provinsi Sumatera Selatan tahun 2013-
2018 adalah
sebagai berikut :
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II GAMBARAN
UMUM KONDISI DAERAH
BAB III GAMBARAN
PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA
KERANGKA
PENDANAAN
BAB IV ANALISIS
ISU STRATEGIS DAERAH
BAB V VISI,
MISI, TUJUAN, DAN SASARAN PEMBANGUNAN
BAB VI STRATEGI
DAN ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN
BAB VII
KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN
BAB VIII
INDIKASI RENCANA PROGRAM PRIORITAS DAN KEBUTUHAN
PENDANAAN
BAB IX PENETAPAN
INDIKATOR KINERJA DAERAH
BAB X PEDOMAN
TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN
BAB XI PENUTUP
· GAMBARAN
UMUM KONDISI DAERAH
Gambaran umum
wilayah Provinsi Sumatera Selatan menguraikan
tentang karakteristik
wilayah dan kondisi aktual berupa geografis daerah,
penduduk dan
tenaga kerja, sumberdaya alam dan lingkungan,
perekonomian
daerah, pariwisata daerah, sosial budaya daerah,
infrastruktur,
dan pemerintahan daerah.
2.1 Aspek
Geografi dan Demografi
2.1.1
Karakteristik Lokasi dan Wilayah
2.1.1.1 Luas dan
Batas Wilayah Administrasi
Provinsi
Sumatera Selatan merupakan bagian dari Pulau Sumatera yang
mempunyai luas
wilayah 91.806,36 km2. Provinsi Sumatera
Selatan
berbatasan
dengan Provinsi Jambi di sebelah utara, Provinsi Lampung di
sebelah selatan,
Provinsi Bangka Belitung di sebelah timur dan Provinsi
Bengkulu di
sebelah barat.
Berdasarkan
Permendagri Nomor 18 Tahun 2013 Provinsi Sumatera
Selatan secara
administratif dibagi menjadi 11 (sebelas) kabupaten dan 4
(empat) kota,
serta 228 kecamatan. Selanjutnya Undang-Undang Nomor 7
Tahun 2013
tentang Pembentukan Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir
(PALI), dan
Undang-undang Nomor 16 Tahun 2013 tentang Pembentukan
Musi Rawas
Utara, maka Provinsi Sumatera Selatan secara administrasi
menjadi 13 (tiga
belas) Kabupaten dan 4 (empat) Kota dengan jumlah desa
sebanyak 2.823 desa,
363 kelurahan dan 231 kecamatan.
Tabel 2. 1
Jumlah
Kabupaten/Kota dan Kecamatan,
di
Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2013
8.
Letak dan Kondisi Geografis
Provinsi
Sumatera Selatan terletak antara 1o 37’
27’’ sampai 4o 55’ 17’’
Lintang Selatan dan
antara 102o 3’ 54’’ dan 106o 13’ 26’’ Bujur Timur.
Provinsi Sumatera
Selatan dan dialiri banyak sungai besar dan kecil dengan
kekayaan sumber daya
yang melimpah antara lain minyak bumi, batu bara
dan gas alam. Sungai
Musi merupakan sungai terpanjang di Pulau Sumatera
dengan panjang
sekitar 750 km menjadi tempat yang subur bagi budi daya
pertanian dan
perikanan, dan penghubung bagi perdagangan antardaerah
sejak jaman kerajaan
Sriwijaya. Dengan letak geografis yang strategis,
Sumatera Selatan
menjadi salah satu pusat pertemuan dan interaksi para
pedagang-pedagang
asing terutama dari Arab, India dan Cina. Letak
geografis ini
memberikan peluang bagi Sumatera Selatan untuk cepat maju
dan berkembang.
9.
Topografi
Provinsi
Sumatera Selatan memiliki topografi yang bervariasi mulai dari
daerah pantai,
dataran rendah, dataran tinggi, dan pegunungan. Wilayah
Sumatera Selatan
memiliki bentangan wilayah dari Barat ke Timur dengan
ketinggian antara
400-1.700 meter di atas permukaan laut (mdpl). Wilayah
dengan
ketinggian rata-rata antara 900-1200 mdpl berada pada bagian Barat
yang merupakan
pegunungan Bukit Barisan. Pegunungan Bukit Barisan ini
memiliki
puncak-puncak dengan ketinggian tertinggi berada di Gunung
Dempo dengan
ketinggian 3.159 mdpl, kemudian Gunung Bungkuk dengan
ketinggian 2.125
mdpl, Gunung Seminung dengan ketinggian 1.964 mdpl,
dan Gunung Patah
dengan ketinggian 1.107 mdpl.
Bagian Timur
merupakan daerah pantai dengan tanah terdiri dari rawa
dan payau yang
dipengaruhi oleh pasang surut. Vegetasinya merupakan
tumbuhan Palmase dan
bakau. Sedangkan di bagian tengah merupakan
wilayah dengan
dataran rendah yang luas.
Tabel 2. 2
Luas
Kabupaten/Kota Berdasarkan Kemiringan Lereng
10.
Letak dan Kondisi Geografis
Provinsi
Sumatera Selatan terletak antara 1o 37’
27’’ sampai 4o 55’ 17’’
Lintang Selatan dan
antara 102o 3’ 54’’ dan 106o 13’ 26’’ Bujur Timur.
Provinsi Sumatera
Selatan dan dialiri banyak sungai besar dan kecil dengan
kekayaan sumber daya
yang melimpah antara lain minyak bumi, batu bara
dan gas alam. Sungai
Musi merupakan sungai terpanjang di Pulau Sumatera
dengan panjang
sekitar 750 km menjadi tempat yang subur bagi budi daya
pertanian dan
perikanan, dan penghubung bagi perdagangan antardaerah
sejak jaman kerajaan
Sriwijaya. Dengan letak geografis yang strategis,
Sumatera Selatan
menjadi salah satu pusat pertemuan dan interaksi para
pedagang-pedagang
asing terutama dari Arab, India dan Cina. Letak
geografis ini
memberikan peluang bagi Sumatera Selatan untuk cepat maju
dan berkembang.
11. Topografi
Provinsi
Sumatera Selatan memiliki topografi yang bervariasi mulai dari
daerah pantai,
dataran rendah, dataran tinggi, dan pegunungan. Wilayah
Sumatera Selatan
memiliki bentangan wilayah dari Barat ke Timur dengan
ketinggian antara
400-1.700 meter di atas permukaan laut (mdpl). Wilayah
RPJMD Prov. Sumsel
2013-2018. BAB II
dengan
ketinggian rata-rata antara 900-1200 mdpl berada pada bagian Barat
yang merupakan
pegunungan Bukit Barisan. Pegunungan Bukit Barisan ini
memiliki
puncak-puncak dengan ketinggian tertinggi berada di Gunung
Dempo dengan
ketinggian 3.159 mdpl, kemudian Gunung Bungkuk dengan
ketinggian 2.125
mdpl, Gunung Seminung dengan ketinggian 1.964 mdpl,
dan Gunung Patah
dengan ketinggian 1.107 mdpl.
Bagian Timur
merupakan daerah pantai dengan tanah terdiri dari rawa
dan payau yang
dipengaruhi oleh pasang surut. Vegetasinya merupakan
tumbuhan Palmase dan
bakau. Sedangkan di bagian tengah merupakan
wilayah dengan
dataran rendah yang luas.
Tabel 2. 2
Luas
Kabupaten/Kota Berdasarkan Kemiringan Lereng
Wilayah pesisir merupakan daerah
peralihan antara ekosistem darat dan
laut yang dipengaruhi oleh
perubahan di darat dan laut. Panjang wilayah
pesisir di Provinsi Sumatera
Selatan sekitar 450 km dari Sungai Benu (batas
Provinsi Jambi) sampai Sungai
Mesuji (batas Provinsi Lampung). Berdasarkan
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW),
kawasan pesisir pantai timur terdapat
kawasan strategis provinsi yaitu
di Kabupaten Banyuasin dan Kabupaten
Ogan Komering Ilir.
Wilayah pegunungan terdapat di
bagian Barat Provinsi Sumatera
Selatan dengan puncak tertinggi
Gunung Seminung (1.964 m) dan Gunung
Dempo (3.159). Daerah ini
tersusun dari bentukan lembah, dataran tinggi
plateau dan kerucut
vulkanik. Bagian penting wilayah ini adalah lembahan
yang merupakan lahan budidaya
pertanian. Punggungan Sumatera, deretan
bukit barisan merupakan bagian
sistem pegunungan dari Sunda
Shield,
terbentuk pada zaman
tersier, dimana batas Sunda Shield yaitu
Lempeng
yang secara
berangsur-angsur menekan dan menunjam di bawah
Paparan Sunda,
menghasilkan deretan Pegunungan Bukit Barisan.
Kawasan yang termasuk
daerah bahaya Gunung Dempo terdiri dari
Kabupaten Lahat,
Empat Lawang dan Kota Pagar Alam dengan luas total
seluas 36.850 Ha atau
sekitar 0,40 persen dari total luas wilayah Provinsi
Sumatera Selatan.
Kabupaten tersebut merupakan daerah rawan bencana
gempa bumi dengan
total pesentase terhadap luas wilayah 3,28 persen
terdiri dari
Kabupaten Empat Lawang persentase terhadap luas wilayah 1,92,
Kabupaten Lahat
persentase terhadap luas wilayah 1,16 Kota Pagar Alam
persentase terhadap
luas wilayah 0,19.
12.
Geologi
Berdasarkan
tatanan tektoniknya, wilayah Provinsi Sumatera Selatan
menempati cekungan
belakang busur Paleogen yang dikenal sebagai
Cekungan Sumatera
Selatan di bagian timur, dan mendala busur vulkanik
yang membentang
secara regional di sepanjang Bukit Barisan bagian barat.
Kedua mendala
tektonik ini terbentuk akibat adanya interaksi menyerong
antara Lempeng
Samudera Hindia di barat daya dan Lempeng Benua Eurasia
di timur laut pada
tersier. Pertemuan kedua lempeng bumi tersebut terletak
di sepanjang Parit Sunda
yang berada di lepas Pantai Barat Sumatera,
dimana lempeng
samudera menyusup dengan penunjaman miring -300 di
bawah kontinen yang
dikenal sebagai Paparan Sunda.
Jenis struktur yang
umum dijumpai dicekungan Sumatera Selatan
terdiri dari lipatan,
sesar dan kekar. Struktur lipatan memperlihatkan
orientasi barat
laut-tenggara, melibatkan sikuen batuan berumur Oligosen-
Plistosen.
Sedangkan sesar yang ada merupakan sesar normal dan sesar
naik. Sesar normal
dengan pola kelurusan barat laut-tenggara tampak
berkembang pada
runtutan batuan berumur Oligosen-Moisen, sedangkan
struktur dengan arah
umum timur laut-barat daya, utara-selatan, dan barattimur
terdapat pada sikuen
batuan berumur Plio-Plistosen. Sesar naik
biasanya berarah
barat laut-tenggara, timur laut-barat daya dan barat-timur,
dijumpai pada batuan
berumur Plio-Plistosen dan kemungkinan merupakan
hasil peremajaan
struktur tua yang berupa sesar tarikan.
Struktur rekahan yang
berkembang memperlihatkan arah umum timur
laut-barat daya,
relatif tegak lurus dengan struktur regional atau sejajar
dengan arah
pergerakan tektonik di Sumatera. Pembentukan struktur
lipatan, sesar dan
kekar di cekungan Sumatera Selatan memberikan implikasi
yang signifikan
terhadap akumulasi sumber daya minyak bumi, gas alam,
batubara dan panas
bumi. Kumpulan struktur lipatan yang membentuk
antiklinorium telah
banyak dijumpai berperan sebagai perangkap
hidrokarbon. Selain
struktur geologi, jenis litologi penyusun stratigrafi
cekungan Sumatera
Selatan telah pula mengontrol penyebaran sumberdaya
energi fosil non
fosil di wilayah ini.
Batuan yang mendasari
Cekungan Sumatera Selatan merupakan
kompleks batuan
berumur pra-tersier, yang terdiri dari batu gamping,
andesit, granodiorit,
pilit, kuarsit dan granit. Jenis batuan yang terdapat di
Provinsi Sumatera
Selatan adalah (1) formasi Lahat terdiri dari endapan tufa,
aglomerat, breksi
tufan, andesit, serpih, batu lanau, batu pasir dan batubara;
(2) formasi Talang
Akar terdiri dari batu pasir berukuran butir kasar-sangat
kasar, serpih, batu
lanau dan batubara; (3) formasi Baturaja terdiri dari batu
gamping terumbu,
serpih gampingan dan napal atau batu lempung
gampingan; (4)
formasi Baturaja terdiri dari serpih gampingan dan serpih
lempungan; (5)
formasi Air Benakat dengan penyusun utama batu pasir; (6)
formasi Muara Enim
terdiri dari batu pasir, batu lanau, batu lempung dan
batubara; dan (7)
formasi Kasai terdiri dari batu pasir tufaan dan tufa.
13.
Hidrologi
Wilayah
Provinsi Sumatera Selatan merupakan daerah kaya
sumberdaya air dengan
sumber air utama dari Sungai Musi, Sungai Ogan,
Sungai Komering dan
Sungai Lematang. Persediaan air di wilayah Provinsi
Sumatera Selatan pada
dasarnya sangat tergantung dari sungai-sungai
utama, yakni Sungai
Musi dan anak-anak sungainya. Sebagian besar sungaisungai
bermata air dari
Bukit Barisan, kecuali Sungai Mesuji, Sungai Lalan
dan Sungai Banyuasin.
Sungai yang bermata air dari Bukit Barisan dan
bermuara ke Selat
Bangka adalah Sungai Musi beserta anak sungainya,
seperti Sungai Ogan,
Sungai Komering, Sungai Lematang, Sungai Kelingi,
Sungai Lakitan,
Sungai Rupit dan Sungai Rawas.
Air sungai di
Sumatera Selatan pada umumnya berwarna keruh dan
membawa endapan
lempung (suspensed materials). Hal ini disebabkan salah
satunya oleh kegiatan
penebangan pohon-pohon (hutan) yang tidak
terkendali sehingga
terjadi erosi di daerah hulu dan sedimentasi di sepanjang
aliran sungai.
Kondisi ini selanjutnya berakibat pada pendangkalan aliran
sungai dan pergeseran
pola aliran sungai.
Air permukaan merupakan
sumber daya air yang paling strategis karena
dapat dimanfaatkan
langsung untuk berbagai keperluan makhluk hidup. Air
permukaan dapat
langsung digunakan sebagai sumber bahan baku
keperluan manusia,
hewan, industri, dan kebutuhan lainnya. Keberadaan air
permukaan sangat
dipengaruhi oleh dimensi ruang dan waktu.
Keberadaan air
permukaan di wilayah WS Musi juga dipengaruhi
keberadaan lebak,
embung dan rawa. Sebagian besar wilayah merupakan
dataran aluvial
sehingga ketinggian tanahnya relatif seragam.Kondisi yang datar
demikian menyebabkan
pengaturan air kurang lancar sehingga timbul daerah
genangan pada wilayah
yang ketinggiannya hampir sejajar sungai. Lebak yang
berada di wilayah ini
fluktuasi luasannya sangat tinggi bila dibandingkan antara
musim penghujan dan
musim kemarau. Musim penghujan yang mencapai
puncaknya
genangan lebak sampai 500.000 Ha, sedang pada musim kemarau
yang panjang genangan
lebak tinggal 5.000 Ha.
Ketergantungan
masyarakat yang tinggal di sepanjang pinggiran sungai
terhadap keberadaan sungai
tersebut masih sangat besar terutama dalam
memenuhi kebutuhan
air untuk aktivitas sehari-hari. Malahan masih banyak
penduduk yang
memanfaatkan air sungai sebagai sumber air bersih. Mereka
mengambil air dari
sungai kemudian diendapkan atau ditambahkan kaporit,
kemudian langsung
digunakan sebagai air untuk dimasak atau pada saat musim
hujan mereka
menampung air hujan untuk dijadikan air minum. Kebiasaan ini
sudah terjadi secara
turun menurun sejak dahulu. Hanya saja dulu air sungai
masih belum terlalu tercemar.
Saat ini penggunaan air sungai tanpa pengolahan
khusus akan sangat
berbahaya bagi kesehatan, karena pencemaran sungai
sudah sangat tinggi.
·
DAS (Daerah Aliran Sungai)
Daerah
Aliran Sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan
satu kesatuan dengan
sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi
menampung, menyimpan,
dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan
ke danau atau ke laut
secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah
topografis dan batas
di laut sampai dengan daerah perairan yang masih
terpengaruh aktivitas
daratan.
Berdasarkan Keputusan
Presiden Nomor 12 Tahun 2012 tentang
Penetapan Wilayah
Sungai, wilayah kerja Balai Wilayah Sungai Sumatera VIII
mencakup 4 (empat)
Wilayah Sungai (WS): Musi, Sugihan, Banyuasin, dan
Lemau (MSBL). DAS
(Daerah Aliran Sungai) yang merupakan bagian dari WS
MSBL terdiri dari DAS
Musi, DAS Banyuasin, DAS Benawang, DAS
Bulurariding dan DAS
Mesuji (BPDAS Musi).
Wilayah Sungai Musi
dengan nama DAS Musi, Lakitan, Rawas,
Semangus, Batang Hari
Leko, Wilayah Sungai Sugihan dengan nama DAS
Burung, Gaja Mati,
Pelimbangan, Beberi, Olok, Daras, Medang, Padang,
Banyuasin, Senda,
Limau, Ibul, Puntian, Pangkalan Balai, Buluain, Kepayang,
Mangsang,
Kedawang,Titikan, Mendes, Tungkal, Keluang, Lalan,
Supat, Lilin.
·
Rawa
Luas
rawa di provinsi Sumatera Selatan sekitar 1.483.662 Ha atau
17,11% dari luas
wilayah daratan yang terbagi menjadi RPS (rawa pasang
surut), RL (rawa
lebak). Rawa tersebut terdapat di Kabupaten Banyuasin
dengan jumlah RPS 19
dan RL 1, di Kabupaten Muara Enim dengan jumlah
RPS 7 dan RL 1, di
Kabupaten Musi Banyuasin dengan jumlah RPS 3 dan RL
63, di Kabupaten Ogan
Komering Ilir RPS 4 dan RL 14, sedangkan untuk
Kabupaten Ogan Ilir
dan OKU Timur Hanya terdapat RL yaitu Kabupaten
Ogan
Ilir dengan jumlah 53 dan OKU Timur dengan jumlah 5. Sementara,
Kota Palembang hanya
terdapat 1 RPS.
14.
Klimatologi
Provinsi
Sumatera Selatan mempunyai iklim tropis dan basah dengan
variasi curah hujan
per hari 61,0/17-634,4/22 mm sepanjang tahun. Setiap
bulan hujan cenderung
turun dan bulan November merupakan bulan dengan
curah hujan paling
banyak. Provinsi Sumatera Selatan memiliki suhu yang
cenderung panas
berkisar antara 26,4°C hingga 27,8°C dengan rata-rata
suhu udara sekitar
26,8°C. Suhu terendah/minimum terjadi pada bulan
Agustus, sedangkan
suhu tertinggi/maksimum terjadi pada bulan Juni.
15.
Penggunaan Lahan
Penggunaan
lahan di Sumatera Selatan merupakan bagian dari usaha
mengelola dan
memanfaatkan sumber daya alam dan lingkungan untuk
menunjang kehidupan
manusia; menjaga keragaman habitat bilogi;
menyediaan sumber
bahan mentah, energi dan mineral; mengatur
perubahan iklim;
mendorong pengendalian sampah dan polusi; menyediakan
ruang kehidupan;
menjadi penghubung spasial bagi mobilitas orang dan
barang; dan menyimpan
dan melindungi berbagai wairsan sejarah.
Penggunaan lahan di
Sumatera Selatan sangat menentukan dan saling
mempengaruhi dengan
pola kegiatan sosial, ekonomi dan budaya
masyarakat.
Berdasarkan data luas
penutupan lahan tahun 2010, penggunaan lahan
di Provinsi Sumatera
Selatan sebagian besar digunakan untuk mendukung
pertanian lahan
kering campur sekitar 32,91 persen, belukar rawa sekitar
10,33 persen, semak
belukar sekitar 10,23 persen, perkebunan 8,34 persen
dan pertanian lahan
kering sekitar 6,48 persen. Dalam upaya
mengoptimalkan
penggunaan lahan, Sumatera Selatan telah ditetapkan
sebagai lumbung
pangan dan lumbung energi. Selain itu, Sumatera Selatan
juga menjadi salah
satu koridor ekonomi Sumatera dan menjadi salah satu
kawasan
ekonomi khusus (KEK) di Tanjung Api-api.
Tabel 2. 3
Luas Penutupan Lahan di Provinsi
Sumatera Selatan
2006-2010 (Ha)
Penetapan Sumatera Selatan
sebagai lumbung pangan terkait dengan
ketersediaan potensi sumber daya
lahan yang cukup variatif, mulai dari lahan
sawah irigasi, tadah hujan, rawa
pasang surut, lebak dan lahan kering.
Selain juga memiliki komoditas
unggulan lain seperti jagung, kacang tanah,
ubi kayu, ubi jalar, komoditas
sayuran dan buah-buahan. Berbagai upaya
dilakukan untuk mengoptimalkan
pemanfaatan potensi sumber daya lahan
yang tersedia secara keseluruhan
melalui upaya peningkatan pelayanan
jaringan irigasi dan rawa,
penggunaan bahan baku, peningkatan
keterampilan petani dan kemampuan
petani mengakses modal perbankan,
dan pengembangan penggunaan alat
mesin pertanian.
Penetapan Provinsi Sumatera
Selatan sebagai lumbung energi akan
mendorong optimalisasi
pengelolaan lahan untuk memanfaatkan potensi
sumber daya energi Sumatera
Selatan seperti minyak bumi, gas bumi,
batubara dan panas bumi untuk
penyediaan energi bahan bakar, rumah
tangga dan industri. Selain itu,
pembangunan koridor ekonomi dan kawasan
ekonomi khusus Tanjung Api-api
juga memerlukan lahan yang luas sehingga
mengubah penggunaan lahan.
Permasalahan yang dihadapi dalam
pengembangan lumbung pangan,
api antara lain
adalah meningkatnya lahan kritis, meningkatnya alih fungsi
lahan, maraknya penimbunan rawa,
rusaknya daerah hutan mangrove dan
pesisir, banyaknya tambang galian
C liar dan pembalakan hutan,
meningkatnya konflik kepemilikan
lahan, serta meningkatnya spekulasi lahan
yang menyebabkan harga lahan
tinggi.
Tantangan dalam lima tahun
mendatang adalah mendorong
pengelolaan dan peruntukan lahan
secara baik, transparan, akuntabel dan
berbasis hukum sehingga
penggunaan lahan akan menjamin pelaksanaan
kebijakan dan program
pembangunan, meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dan mendorong kemajuan
dan pemerataan pembangunan.
16.
Potensi
Pengembangan Wilayah
Wilayah Provinsi
Sumatera Selatan memiliki kawasan bergambut seluas
1,42 juta ha atau 15,46 persen
dari luas wilayah. Dengan luasan seperti ini
menjadikan Provinsi Sumatera
Selatan sebagai provinsi terluas kedua di
Pulau Sumatera (setelah Provinsi
Riau) yang memiliki kawasan gambut.
Dilihat dari ketebalannya,
kawasan gambut di Provinsi Sumatera Selatan
memiliki ketebalan yang
bervariasi antara 50-400 cm atau termasuk
kategori dangkal hingga dalam.
Sekitar 96,8 persen termasuk gambut
dangkal hingga sedang, sisanya 3,2
persen atau 45.009 ha merupakan
gambut dalam yang sebarannya
terdapat di Kabupaten Musi Banyuasin,
Kabupaten Banyuasin, Kabupaten
Muara Enim, dan Kabupaten Ogan
Komering Ilir. Berdasarkan
Keppres Nomor 32 Tahun 1990 tentang Kawasan
Lindung, bahwa gambut yang
termasuk dalam kategori kawasan lindung
apabila mempunyai
ketebalan lebih dari 3 m.
Tabel 2. 4
Sebaran dan Luas
Kawasan Gambut Menurut Kedalaman
Provinsi Sumatera
Selatan memiliki sumberdaya hutan yaitu seluas
3.670.957 ha atau
sekitar 41,96 persen dari luas Provinsi Sumatera Selatan.
Selain itu Provinsi
Sumatera Selatan merupakan salah satu provinsi di
Indonesia yang rentan
terhadap bencana kebakaran hutan, baik yang
disebabkan
oleh manusia/masyarakat maupun perubahan musim kemarau.
Dampak yang
ditimbulkan dari kebakaran hutan tidak hanya dirasakan oleh
masyarakat di dalam
Provinsi Sumatera Selatan saja, tapi juga masyarakat
yang berada di
provinsi yang berdekatan, bahkan hingga menimbulkan
dampak internasional
hingga ke negara tetangga seperti Malaysia dan
Singapura.
Tabel 2. 5
Luas Kawasan Hutan
Menurut Fungsi/Status
Sumberdaya
air di Provinsi Sumatera Selatan dibedakan menjadi 2
bagian, yaitu
sumberdaya air permukaan dan sumberdaya air tanah. Wilayah
Provinsi Sumatera
Selatan merupakan daerah kaya sumberdaya air, karena
dialiri oleh banyak
sungai. Beberapa sungai yang relatif besar adalah Sungai
Musi, Sungai Ogan,
Sungai Komering dan Sungai Lematang. Persediaan air di
Wilayah Provinsi
Sumatera Selatan pada dasarnya sangat tergantung dari
sungai-sungai utama,
yakni Sungai Musi dan anak-anak sungainya.
Ketergantungan
masyarakat yang tinggal di sepanjang pinggiran sungai
terhadap keberadaan
sungai tersebut masih sangat besar terutama dalam
memenuhi kebutuhan
air untuk aktivitas sehari-hari. Sehingga masih banyak
penduduk yang
memanfaatkan air sungai sebagai sumber air bersih. Mereka
mengambil air dari
sungai kemudian diendapkan atau ditambahkan kaporit,
kemudian langsung
digunakan sebagai air untuk dimasak atau pada saat
musim hujan mereka
menampung air hujan untuk dijadikan air minum.
Kebiasaan ini sudah
terjadi secara turun menurun sejak dahulu.
tanpa pengolahan
khusus akan sangat berbahaya bagi kesehatan, karena
pencemaran sungai
sudah sangat tinggi.
Komponen utama
pembentuk air tanah adalah air hujan yang sebagian
meresap ke dalam
tanah di daerah imbuh (recharge area) dan sebagian
tersimpan di dalam
akuifer serta sebagian lagi keluar secara alamiah di
daerah luah (discharge
area). Berdasarkan tempatnya air tanah tidak
terlepas dari litologi
dan morfologinya. Melihat persebaran keberadaan air
tanah di Provinsi
Sumatera Selatan dapat dibedakan menjadi : wilayah air
tanah dataran,
wilayah air tanah perbukitan dan wilayah air tanah kaki
gunung api (Robert,
H. 1996). Namun, secara umum data potensi air tanah
di wilayah Provinsi
Sumatera Selatan belum banyak dilakukan.
Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Direktorat Geologi Tata
Lingkungan, diketahui
bahwa cekungan air tanah yang terdapat di Provinsi
Sumatera Selatan
sebanyak 9 (sembilan) lokasi, yaitu: (1) Dua cekungan di
dalam provinsi: (a)
CAT Karangagung (Kab. Musi Banyuasin dan Kab. Ogan
Komering Ilir); (b)
CAT Palembang-Kayuagung (Kab. Musi Banyuasin, Kab.
Ogan Komering Ilir,
dan Kota Palembang dan Prabumulih); dan (2) tujuh
cekungan lintas batas
provinsi: (a) CAT Jambi-Dumai (Prov. Sumsel, Prov.
Jambi, dan Prov.
Riau); (b) CAT Bangko-Sarolangun (Prov. Sumsel dan Prov.
Jambi); (c) CAT
Sugiwaras (Prov. Sumsel dan Prov. Jambi); (d) CAT Lubuk
Linggau-Muara Enim
(Prov. Sumsel, Prov. Bengkulu, dan Prov. Lampung);
(e) CAT
Muaraduo-Curup (Prov. Sumsel dan Prov. Bengkulu), (f) CAT
Baturaja (Prov.
Sumsel dan Prov. Lampung), dan (g) CAT Ranau (Prov.
Sumsel dan Prov.
Lampung).
Provinsi Sumatera
Selatan mempunyai potensi sumberdaya energi yang
sangat melimpah, baik
sumberdaya energi fosil maupun non fosil. Jenis
sumberdaya energi
fosil seperti batubara, minyak, dan gas bumi merupakan
cadangan yang patut
diperhitungkan secara nasional karena potensinya yang
cukup besar. Demikian
juga dengan potensi sumberdaya non fosil yang
bersifat terbarukan
seperti panas bumi, biomasa, dan mini/mikro-hidro,
terdapat dalam jumlah
yang signifikan. Potensi sumberdaya energi
terbarukan ini
apabila dikembangkan secara optimal akan memberikan
alternatif untuk menggantikan
penggunaan energi fosil.
Potensi cadangan
minyak bumi di Provinsi Sumatera Selatan hingga
saat ini tersebar di
Kabupaten Lahat, Muara Enim, Musi Banyuasin,
Banyuasin, Musi
Rawas, Ogan Komering Ulu, Ogan Ilir dan Kota Prabumulih.
Cadangan minyak di 8
(delapan) daerah tersebut diperkirakan sebesar 757,6
MMSTB atau sekitar
8,78 % dari total cadangan minyak bumi nasional.
Berdasarkan statusnya
cadangan minyak bumi di Provinsi Sumatera Selatan
dengan status
terbukti sebesar 448,2 MMSTB atau 10,7 % dari total
cadangan
terbukti minyak bumi nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar